The Shattered Light-Chapter 72: – Cahaya di Balik Kegelapan

If audio player doesn't work, press Reset or reload the page.

Chapter 72 - – Cahaya di Balik Kegelapan

Kaelen berdiri diam di tengah aula kuno itu, pikirannya berpacu dengan kata-kata Eryon. Pilihan yang ada di depannya bukan hanya menentukan nasibnya sendiri, tetapi juga keseimbangan dunia. Di sekelilingnya, bayangan terus berputar, seakan menunggu keputusannya.

Udara di dalam ruangan berubah. Dinding-dinding batu bergetar halus, simbol-simbol kuno di lantai mulai bercahaya dalam warna keemasan dan hitam pekat. Angin dingin berputar di sekitar mereka, membawa bisikan samar dari masa lalu.

Lyra menggenggam busurnya lebih erat, matanya penuh kecemasan. "Kau tidak harus mempercayainya, Kaelen."

Eryon menghela napas. "Aku tahu sulit mempercayaiku. Tapi jika kita tidak bertindak sekarang, Ordo Cahaya akan menguasai segalanya."

Varrok menggeram. "Dan bagaimana kami tahu ini bukan jebakan lain?"

Eryon menatapnya tajam. "Jika aku ingin menjebak kalian, aku sudah melakukannya sejak lama."

Kaelen akhirnya angkat bicara. "Jika Jantung Kegelapan benar-benar menyimpan Cahaya, bagaimana cara kita mengaksesnya?"

Veylan, yang selama ini diam, melangkah maju. "Ada segel terakhir. Yang menyatukan kegelapan dan cahaya. Itu yang harus dihancurkan atau dibuka."

Eryon mengangguk. "Dan hanya Kaelen yang bisa melakukannya."

Kaelen mengepalkan tangannya. Ia sudah mengorbankan begitu banyak. Jika ini adalah jalannya, maka ia akan menempuhnya sampai akhir. "Tunjukkan jalannya."

Eryon melangkah ke tengah ruangan dan menghunus pedangnya. Cahaya biru berpendar dari permukaannya, menyatu dengan simbol-simbol kuno di lantai. Getaran hebat mengalir di udara, dan perlahan, lantai di bawah mereka mulai terbuka.

Dari celah yang muncul, altar kuno mulai naik, diselimuti cahaya hitam dan putih yang saling bertarung. Cahaya itu berkedip liar, seolah menolak keberadaan satu sama lain, namun tetap terikat dalam satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Kaelen melangkah maju, merasakan gelombang energi yang begitu kuat mengalir dari altar itu. Detak jantungnya berirama dengan denyutan cahaya di depannya.

Eryon berbicara pelan, suaranya penuh makna. "Ini adalah inti dari semuanya. Tempat di mana Cahaya dan Kegelapan pertama kali dikurung."

Kaelen menatap altar itu, merasakan jantungnya berdetak kencang. Pilihan ada di tangannya.

Varrok menggeram pelan. "Apapun yang kau lakukan, Kaelen, lakukan dengan hati-hati. Aku tidak percaya kekuatan seperti ini bisa begitu saja dikendalikan."

Lyra menatapnya, ragu-ragu, lalu mengulurkan tangan dan menggenggam pergelangan tangannya. Sentuhannya dingin, gemetar. "Kaelen... Kau yakin ini yang harus kau lakukan?"

Kaelen menelan ludah. Ia menatap Lyra, lalu menatap altar di depannya. "Aku tidak yakin... tapi aku tidak bisa mundur sekarang."

Saat ia mengangkat pedangnya, cahaya di altar mulai bereaksi. Namun, sebelum ia sempat menebaskan pedangnya, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Dari dalam cahaya yang berputar di atas altar, sebuah bayangan muncul. Sosok manusia, atau setidaknya sesuatu yang menyerupai manusia, melangkah keluar. Wajahnya tidak terlihat jelas, seakan tertutup oleh kabut kegelapan dan cahaya keemasan.

Updat𝒆d fr𝒐m freewebnσvel.cøm.

Suara dalam, berlapis dengan gema yang menggetarkan ruangan, berbicara.

"Kau ingin membebaskan kami... atau menghancurkan kami?"

Kaelen menegangkan tubuhnya. "Siapa kau?"

Sosok itu tidak menjawab langsung. Ia melangkah maju, dan seketika ruangan di sekitar mereka berubah. Pilar-pilar runtuh, simbol-simbol kuno di dinding terbakar dalam api tak kasat mata. Mereka tidak lagi berada di aula kuno, tetapi di sebuah ruang yang lebih luas, tanpa ujung.

Lyra tersentak. "Ini... ini bukan dunia nyata."

Eryon menghunus pedangnya. "Kita ada dalam perbatasan antara eksistensi dan kehampaan."

Sosok itu berbicara lagi, kali ini lebih pelan, lebih tajam. "Kaelen Draven. Pengorbananmu telah membawamu ke titik ini. Tetapi apakah kau siap menghadapi harga sebenarnya?"

Kaelen menggertakkan giginya. Ia telah kehilangan terlalu banyak. Ia telah melupakan terlalu banyak. Tetapi jika semua ini memiliki tujuan, maka ia akan menghadapinya.

"Apa yang harus kulakukan?"

Sosok itu mengangkat tangannya. Cahaya dan kegelapan di altar semakin liar, berputar cepat di sekeliling mereka. "Pilihlah. Keseimbangan... atau kehancuran."

Kaelen mengangkat pedangnya, cahaya biru menyelimuti bilahnya. Ia bisa merasakan tatapan Lyra, Varrok, dan Veylan padanya, menunggu keputusannya.

Ia menarik napas dalam.

"Aku akan mengakhirinya."

Dengan satu tebasan, ia menghantam altar itu dengan seluruh kekuatannya, bersiap menghadapi konsekuensi yang menanti.